Tanjungsari, Cangkuang, RBO – Aroma pungli mencuat di SD Negeri 1 Tanjungsari terkait penjualan buku Lembar Kerja Siswa (LKS) kepada para siswa. Buku LKS yang seakan menjadi keharusan bagi setiap siswa di sekolah tersebut dijual dengan harga yang fantastis, membuat para orang tua terpaksa merogoh kocek dalam-dalam di tengah masa pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19.
Keluhan ini mencuat dari para ibu-ibu yang anaknya bersekolah di SD Negeri 1 Tanjungsari, yang berlokasi di Desa Tanjungsari, Kecamatan Cangkuang. Salah satu dari mereka, yang enggan disebutkan namanya, mengungkapkan bahwa harga satu mata pelajaran buku LKS mencapai Rp 17.500.
“Untuk siswa kelas dua, orang tua harus membeli lima mata pelajaran dalam satu tahun, belum lagi kebutuhan bagi siswa kelas empat yang jumlah bukunya lebih banyak. “Pusing kalau dipikirin, belum lagi biaya sehari-hari,” ujar seorang ibu sambil mengeluh.
Menanggapi keluhan tersebut, tim Reformasi Bangsa mencoba mencari informasi lebih lanjut terkait penggunaan buku LKS di lingkungan SD Negeri 1 Tanjungsari. Kepala sekolah, Enok Sumarni, saat ditemui pada Kamis (22/8/2024), menampik adanya penjualan buku LKS di lingkungan sekolah.
Ia mengakui bahwa ada penjual buku yang meminta izin untuk mengadakan bazar di sekolah. “Kan nggak enak kalau memutus rezeki orang,” kilahnya.
Namun, meski kepala sekolah mengklaim tidak ada penjualan langsung dari pihak sekolah, keputusan untuk mengizinkan bazar buku tetap dinilai berisiko dan terkesan dipaksakan, menimbulkan dugaan adanya upaya mencari keuntungan dari penjualan tersebut.
Sebagai informasi, penjualan dan penggunaan buku LKS di sekolah telah dilarang oleh pemerintah pusat dan daerah. Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga kualitas pendidikan, mencegah komersialisasi pendidikan, serta memastikan akses pendidikan yang adil dan merata bagi semua siswa.
Selain itu, kebijakan ini mendukung penggunaan materi pembelajaran yang terstandarisasi dan diawasi oleh pemerintah, dengan tujuan akhir meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
Kasus ini tentu menjadi sorotan dan diharapkan menjadi pembelajaran bagi semua pihak agar praktik-praktik yang merugikan dunia pendidikan dapat segera dihentikan. (Herman)